Senin, 12 Desember 2011

Hikayat Si Miskin dan Marakarma

Hikayat Si Miskin dan Marakarma

Si miskin bersama isterinya tinggal dalam sebuah hutan di negeri Entah Berentah yang dikuasai oleh seorang maharaja bernama Indra Dewa.
Pada suatu hari isteriSi Miskin melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi nama Marakarma, yang berarti anak dalam kesengsaraan.
Atas kesaktian Marakarma maka berubalah hutan tempat tinggal Si Miskin menjadi sebuah kerajaan yang diberi nama Puspa Sari. Si Miskin dan isterinya menjadi raja permaisuri yang bergelar Maharaja Indra Angkasa dan Ratna Dewi. Di kerjaan Puspa Sari itulah Ratna Dewi mempunyai anak seorang anak lagi, seorang puteri, yang diberi nama NilaKusuma.
Kerajaan Puspita Sari makin menjadi masyhur ke mana-mana yang menyebabkan iri hati Maha-raja Indra dewa di negeri Entah berentah. Tatkala mendengar bahwa Maharaja Indra Angkasa akan memanggil para ahli hujum dan negeri Entah berentah untuk menujumkan kedua anaknya itu, maka Maharaja Indra Dewi pun menghasut para ahli nujum itu agar mereka menujumkan tidak baik terhadap kedua anak tersebut jika dibiarkan tinggal dalam kerajaan Puspa Sari.
Akibat penujuman itu, Maharaja Indra Angkasa membuang kedua anak yang masih kecil-kecil itu dengan dibekali tujuh buah ketupat, sebentuk cincin dan sebuah kemala. Tiga hari kedua anak itu meninggalkan istana, maka lenyaplah kerajaan Puspa sari tanpa diketahui sebabnya. Rakyatnya bercerai-berai tak tentu arahnya. Setelah kejadian itu barulah Maharaja Indra Angkasa insaf bahwa ia telah diperdayakan orang. Kedua laki-bini itu akhirnya pergilah keluar masuk hutan untuk mencari kedua anaknya itu, namun sia-sia.
Marakarma yang mengembara sambil menggendong adiknya dalam hutan itu, pada suatu hari dapat menangkap seekor burung untuk makanan adiknya. Tatkala ia memasuki sebuah kampung untuk meminta apipemanggang burung itu, tiba-tiba Marakarma ditangkap oleh orang-orang kampung itu karena disangkanya pencuri, dan dibuaqngnya ke laut. Marakarma di bawa gelombang dan terdampar di pantai di sebuah pulau. Kemudian ia ditemukan oleh sejodoh raksasa yang mendiami pulau itu yang terbuat dari tulang-tulang dan rambut manusia. Di situ marakarma bertemu dengan tawanan wanita bernama Cahaya Khairani, anak maharaja Malai Kisna dan negeri mercu Indra. Cahaya Khairani akan dimakan raksasa itu kalau jantungnya sudah besar. Tetapi dengan tidak diketahui oleh kedua raksasa itu, kawinlah Marakarma dengan Cahaya Khairani. Akhirnya keduanya melarikan diri, dan setelah ada sebuah kapal yang menololngnya, mereka pun meninggalkan pulau tersebut.
Pada suatu hari Cahaya Khairani diundang oleh permaisuri Maharaja Puspa Indra bernama Mandu Ratna untuk bermain-main di istananya. Dalam istana itu tiba-tiba Khairani menangis setelah bertemu dengan puteri menantu raja yang bernama Mayang Mengurai. Ketika ditanya mengapa ia menangis, maka dikatakan bahwa wajah puteri mayang sama benar dengan wajah kakaknya. Mendengar itu Mayang Mengurai berkeyakinan bahwa kakaknya yang bernama Marakarma tentu masih hidup. Mayang mangurai sendiri sebenarnya tidak lain ialah Nia Kusuma, yang dahulu ditinggalkan sendirian dalam hutan oleh Marakarma. Di hutan itulah Nila Kusuma ditemukan oleh Mangindra Sari, anak Maharaja Puspa Indra, yang sedang berburu ke situ. Ia pundi bawa pulang ke istana oleh mangindra sari. Di istana Nila Kusuma dipelihara baik-baik oleh Maha-raja Puspa Indra dan diberi nama Mayang mangirai, yang setelah besar dinikahkan dengan Mangindra sari.
Marakarma yang telah ditelan ikan nun yang telah mendmparkan diri di pantai dekat kapal nahkoda tersebut, akhirnya dapat dikeluarkan dari perut ikan itu oleh seorang nenek kebayan setelah diberi petunjuk oleh seekor burung rajawali, dan kemudian Marakarma tinggal bersama-sama dengan nenek kebayan.
Setelah usaha pencarian berhasil, maka bertemulah marakarma dengan adiknya dan bertemu pula dengan isterinya, yakni Cahaya Khairani. Nahkoda kapal beserta orang-orang kampung yang dahulu telah membuang marakarma ke laut, semuanya di bunuh. Setelah kejadian itu, Marakarma pun mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin lagi itu. Setelah bertemu, dikembalikannyalah negeri Puspa sari seperti kebesarannya dahulu. Dalam perjalanannya pulang, di Dataran Tinjau Maya ia bertemu dan berperang dengan maharaja Indra dewa dan negeri Entah Berentah. Dahulu di dekat telaga Indra Semndra, Marakarma banyak memperoleh sahabat, yaitu tujuh orang raja, yang kini membantunya dalam mengalahkan maharaja Indra dewa. Dalam peperangan itu Maharaja Indra Dewa tewas, sedang anaknya bernama Nik Cahaya kiemudian dinikahkan dengan raja Bujangga Indra, kakak Cahaya Khairani, yang kemudian menjadi raja di negeri Entah berentah. Setelah itu marakarma mengunjungi mertuanya, yakni maharaja Malai Kisna di negeri Merci Indra, dan di sana marakarma diangkat menjadi raja menggantikan mertuanya. Mayang Mangurai sendiri mengikut suaminya, Mangidra Sari, yang telah menjadi raja menggantikan ayahnya di negeri Palinggam Cahaya.
Hikayat Batu dan Pohon Ara

Alkisah pada suatu saat di negeri Timur sana seorang saudagar yang sangat kaya raya tengah mengadakan perjalanan bersama kafilahnya. Diantara debu dan bebatuan, derik kereta diselingi dengus kuda terdengar bergantian. Sesekali terdengar lecutan cambuk sais di udara. Tepat di tengah rombongan itu tampaklah pria berjanggut, berkain panjangg dan bersorban ditemani seorang anak usia belasan tahun. Kedua berpakaian indah menawan. Dialah sang saudagar bersama anak semata wayangnya. Mereka duduk pada sebuah kereta yang mewah yang berhiasan kayu gofir dan permata yaspis.Semerbak harum bau tersebar di mana-mana.Sungguh kereta yang mahal iring-iringan barang, orang dan hewan yang panjang itu berjalan perlahan, dalam kawalan ketat para pengawal.Rombongan itu bergerak terus hingga pada suatu saat mereka di sebuah tanah lapang berpasir.Bebatuan tampak diletakkan teratur di beberapa tempat. Pemandangan ini menarik bagi sang anak sehingga ia merasa perlu untuk bertanya pada ayahnya.
“ Bapa, mengapa tampak olehku bebatuan dengan teratur di sekitar daerah ini. Apakah gerangan semua itu?”
“Baik pengamatanmu, anakku”, jawab Ayahnya, “bagi orang biasa itu hanyalah batu, tetapi bagi mereka yang memiliki hikmat, semua itu akan tampak berbeda”
“apakah yang dilihat oleh kaum cerdik cendekia itu Bapa?, Tanya anaknya kembali.
“mereka akan melihat itu sebagai mutiara hikmat yang terbesar, memang hikmat berseru-berseru di pinggir jalan, mengundang orang untuk singgah, tetapi sedikit dari kita yang menggubris ajakan itu.”
“Apakah Bapa akan menjelaskan perkara itu padaku?”
“Tentu buah hatiku,” sahut sang saudagar sambil mengelus kepala anaknya. “Dahulu, ketika aku masih belia, hal ini pun menjadi pertanyaan dihatiku. Dan kakekku, menerangkan perkara yang sama seperti saat ini aku menjelaskan kepadamu. Pandanglah batu-batu itu dengan saksama.Dibalik batu itu ada sebuah kehidupan. Masing-masing batu yang tampak olehmu sebenarnya sedang menindih sebuah biji pohon ara”.
“Tidakkah benih pohon ara itu akan mati karena tertindih batu sebesar itu Bapa?”
“Tidak anakku. Sepintas lalu memanga batu itu tampak sebagai beban yang akan mematikan benih pohon ara. Tetapu justru batu yang besar itulah yang membuat pohon ara itu sanggup bertahan hidup dan berkembang sebesar yang kamu lihat di tepi jalan kemarin.”“Bilakah hal itu terjadi Bapa?”
“Batu yang besar itu sengaja diletakkan oleh penanamnya menindih benih pohon ara. Mereka melakukan itu sehingga benih itu tersembunyi terhadap hembusan angina dan dari mata segala hewan. Sampai beberapa waktu kemudian benih itu akan berakar, semakin banyak dan semakin kuat. Walau tidak tampak kehidupan di atas permukaannya, tetapi dibawahnya, akarnya terus menjalar. Setelah dirasa cukup barulah tunasnya akan muncul perlahan pohon ara itu akan tumbuh semakin besar dan kuat hingga akhirnya akan sanggup menggulingkan batu yang menindihnya. Demikianlah pohon ara itu hidup dan hamper disetiap pohon ara akan kau temui, sebuah batu, seolah menjadi peringantan bahwa batu yang pernah menindih benih pohon ara itu tidak akan membinasakannya.Selanjutnya benih itu menjadi pohon besaryang mampu menaungi segala makhluk yang berlindung dari terik matahari yang membakar.”
“Apakah itu semua tentang kehidupan ini Bapa?”Tanya anaknya.Sang saudagar menatap anaknya lekat-lekat sambil tersenyum, kamudian meneruskan penjelasannya.
“Benar anakku. Jika suatu saat engkau di dalam masa-masa hidupmu, merasakan terhimpit suatu beban yang sangat berat ingatlah pelajaran tentang batu dan pohon ara itu. Segala kesulitan yang menindihmu sebenarnya sebuah kesempatan bagimu untuk berakar, semakin kuat, bertumbuh dan tampil sebagai pemenang. Camkanlah, belum ada hingga saat ini benih pohon ara yang tertindih mati oleh bebatuan itu, jadi jika benih pohon ara yang demikian kecil saja diberikan kekuatan oleh sang khalik untuk dapat menyingkirkan batu di atasnya, bagaimana dengan kita ini. Dan Yang Maha Perkasa itu bahkan sudah menanamkan keindahan-Nya pada diri kita.Dan menjadikan kita, manusia inijauh melebihi segala makhluk di muka bumi ini.Perhatikanlah kata-kata ini anakku.Pahatkan pada loh-loh batu hatimu, sehingga engkau menjadi bijak dan tidak dipermainkan oleh hidupmu ini. Karena memang kita ditakdirkan menjadi tuan atas hidup kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar